Darisurvei Warning, ke puluhan toko buku online, rata-rata mereka mampu menjual 5-10 buku setiap harinya. Beberapa nama dari mereka bahkan cukup besar. Sebut saja Berdikari book yang diikuti lebih dari 50.000 follower di instagram, atau Dema buku, Buku Akik, Gubuk Sastra yang sudah memiliki lebih dari dua puluh ribu follower di akun instagram
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Menjadi seorang reseller adalah salah satu alternatif pilihan agar bisa berjualan tanpa harus memiliki produk sendiri. Biasanya sistemnya adalah dengan order sebuah produk, lalu kita jual kembali dengan harga yang lebih tinggi. Selisis harganya tersebut akan menjadi laba kotor untuk juga beberapa toko yang menerapkan reseller sekaligus menggunakan sistem dropship, artinya reseller ketika menjadi reseller aktif tidak perlu lagi melakukan stock barang. Tinggal fokus pada penjualan, dan ketika terjadi order tinggal memberikan informasi kepada supplier. Setelah itu supplier yang akan melanjutkan ke proses packing dan begitu terkadang kita merasa kebingungan dalam mencari jenis atau produk apa yang akan dijual, belum lagi kita juga tidak tahu menahu harus dimana mendapatkan produk tersebut. Buat kalian yang pengen jualan buku online, beberapa toko dibawah ini mungkin bisa menjadi pilihan untuk dijadikan sebagai supplier tempat mengambil buku-buku yang dijual. Toko mana sajakah yang bisa untuk daftar reseller?1. Toko yang membuka sistem reseller adalah toko ini lebih berfokus pada penjualan buku-buku kuliah untuk mahasiswa. Terdapat 30an kategori yang merupakan bidang atau jurusan mahasiswa secara mengeklaim telah memiliki 5000-an buku kuliah yang dapat dipakai oleh mahasiswa sebagai sumber referensi. Dilansir dari halaman resminya, untuk menjadi reseller Anda harus mendaftar dengan membayar biaya pendaftaran minimal sebesar Rp di pendaftaran awal ini kamu juga akan mendapatkan 1 buku toko ini adalah memiliki produk yang lebih homogen. Hampir keseluruhan merupakan buku kuliah, dengan begitu akan memudahkan Anda dalam mentarget audience atau calon konsumen Anda. Anda tahu betul bahwa target Anda adalah mahasiswa, sehingga dalam pembuatan konten atau promosi bisa menyesuaikan dengan mudah. Info lebih lanjut Source screenshot 1 2 3 Lihat Money Selengkapnya
Berawaldari tempat lahan pupuk dari sisa kotoran hewan, dan kini di sulap menjadi sebuah toko buku berbentuk benteng mini, toko buku ini berbentuk benteng di Wisconsin. Castle Arkady adalah harta karun buku negara tua, terutama buku dicetak antara tahun 1880-an dan 1930-an, dan terletak di sebuah daerah pertanian pasangan tua yang sekarangBukuDONGENG Anak Muslim SERI Mengenal KALIMAT THAYYIBAH Bilingual 2 Bahasa. Rp9.750. 5. Terjual 1449. Bandung. Lentera Kecil Official. 3rb Feedback Positif. 0. al quran al hamid a5 terjemah perkata latin di lengkapi hadits dan asbabun nuzul.Jakarta - Dalam film 'Ada Apa Dengan Cinta' 2002, terdapat adegan saat Rangga diperankan Nicholas Saputra mengajak Cinta diperankan Dian Sastrowardoyo mengunjungi tempat ia biasa membeli buku, yakni daerah Kwitang, Jakarta Pusat. Daerah tersebut memang sudah terkenal sejak dulu sebagai tempat di mana para penjual buku, bahkan jauh sebelum film itu diputar di layar bioskop. Buku yang diperdagangkan pun bermacam-macam, baik buku baru, bekas, hingga yang sudah langka. Jenis topik buku-buku itu juga beragam, mulai dari politik, sastra, ekonomi, hingga buku untuk anak-anak. Keberagaman itu juga hadir di kalangan pengunjung. Mulai dari mahasiswa, dosen, pengacara, hingga turis yang sedang kondisi Kwitang tak lagi sama semenjak pemerintah Jakarta Pusat menertibkan pada pedagang buku ini di tahun 2007. Mereka dianggap melanggar peraturan karena berjualan di badan jalan. Penertiban ini membuat mereka tercerai-berai, tak lagi menempati satu lokasi yang sama. Beberapa masih bertahan, namun beradaptasi. Sedangkan sebagian besar lainnya meninggalkan Kwitang dan rela direlokasi ke tempat lain. Foto Pasar Buku Kwitang Adhi Indra Prasetya/detikcomSaya mengunjungi daerah yang dulunya menjadi pusat keramaian para pedagang buku Kwitang di siang hari, Selasa 11/12/2018. Kini hanya sedikit dari mereka yang masih berjualan di trotoar, jumlahnya bisa dihitung sebelah tangan. Mayoritas para pedagang buku ini sudah berkumpul dalam ruko yang disewa bersama-sama. Tak ada pintu di ruko, tak ada juga palang penanda nama toko buku apapun. Namun jika melihat ke dalam, terlihat jelas tumpukan buku di sisi kiri dan kanan, serta kumpulan orang-orang yang duduk atau berdiri dikelilingi oleh buku-buku tersebut. Merekalah para pedagang buku Kwitang. Ada sekitar 20 orang pedagang buku di ruko pedagang ini langsung menanyakan saya sedang mencari buku apa. Di antara mereka, satu orang dituakan di sana, nama panggilannya Bang Jay 48. Pria ini sudah 20 tahun berjualan di Kwitang. Ia pun menjelaskan kondisi pasar buku Kwitang saat ini."Kondisi dulu dan sekarang memang sangat beda. Kalau dulu kan penjualan online belum ada, para pembeli buku itu, begitu sudah masuk tahun ajaran baru, mereka langsung masuk ke Kwitang. Kalau sekarang, zaman sudah canggih, buka laptop saja bisa cari judul, keluar. Ditambah lagi dengan penjualan online dan pesan antar ke rumah. Itulah yang membuat kekurangan pembeli. Biasanya pembeli datang kemari, dari satu buku, merembet ke yang lain, seringnya begitu. Kalau beli via online kan hanya yang dicari saja, beli satu, sudah," Jay, pedagang buku di Kwitang Adhi Indra Prasetya/detikcomKondisi saat ini bahkan membuat beberapa orang memilih tak lagi membuka lapak buku konvensional dan memilih berjualan secara online saja. Bang Jay pun mengakui kini ia juga ikut berjualan secara online."Ada salah satu teman yang kembali ke rumah. Dia berjualan di rumah saja, berjualan secara online, di tokopedia, bukalapak, shopee, segala macam, banyaklah. Nggak punya tempat seperti kami lagi, begitu. Memang sudah jamannya, kita ikuti dululah. Saya juga berjualan online. Sambil berjualan di sini, saya juga berjualan online," ujar ayah dua anak itu pendapatan yang diperolehnya pun terasa. "Enakan dulu lah, pembeli langsung kemari. Jumlahnya Memang tidak tentu, tapi perharinya dulu itu bisa dapat Rp 300 ribu, kalau musim sepi. Kalau musim ramai bisa Rp 1 juta . Itu dulu, sekarang sudah jauh lah. Kadang-kadang online lebih murah. Ada pembeli kemari, menanyakan buku, bukunya ada, tapi harganya dianggap mahal, menurut dia di online lebih murah. Di sini 75 ribu, di online cuma 40 ribu. Jadi persaingan harga antara yang datang kemari dengan yang di online. Memang sudah jamannya," ucapnya soal perubahan yang dia rasakan usai ada penjualan buku beranjak meninggalkan Kwitang menuju Pusat Grosir Senen Jaya, tak jauh dari sana. Di Blok V lantai 5, berkumpul para pedagang buku. Namun berbeda dengan di Kwitang, kondisi lapak buku di sana terlihat jauh dari layak. Penerangan yang kurang baik, belum lagi lokasi yang harus berbagi dengan parkiran dan juga pusat jasa ekspedisi barang, membuat lokasi ini terasa tidak Pasar buku di Pusat Grosir Senen Jaya Adhi Indra Prastya/detikcomArdi 40, salah satu pedagang buku di sini, sudah berjualan buku selama 15 tahun. Dia dan rekan-rekannya di Senen Jaya merupakan pedagang yang direlokasi dari Kwitang pada tahun 2007 silam. Di Senen Jaya, kondisinya lebih memprihatinkan. Awalnya, saat direlokasi mereka menempati Blok I. Namun saat mereka sudah mulai beradaptasi dan pembeli sudah mulai banyak yang datang ke sana, terjadi musibah kebakaran pada tahun 2016."Setelah kejadian itu vakum ada sekitar 6 bulan. Setelah bernegosiasi, akhirnya ditempatkanlah kami di sini, di Blok V lantai 5 yang keadaannya, lihat saja sendiri seperti apa. Pedagang di sini tinggal sekitar 30-an, dari yang awalnya sekitar 80-an orang pada saat di Blok I," ujar itu membuat mereka harus berjuang lagi dari nol, sebab tak ada koleksi buku yang tersisa. Pindahnya mereka ke Blok V pun tak membuat mereka semakin mudah berjualan. Akses yang sulit hingga lokasi yang dikelilingi parkiran dan pusat jasa ekspedisi disebut Ardi membuat pengunjung yang datang menurun drastis."Yang jelas paling pembeli itu tinggal 10 persen lagi dari sebelumnya, karena pertama, banyak yang belum tahu, lalu yang kedua, pedagang-pedagang ini banyak yang pecah, sudah tidak ngumpul jadi satu seperti dulu. Karena untuk bertahan di sini itu nggak bisa untuk mencukupi kehidupan, keluarganya terutama. Jadi kami yang masih bertahan ini tinggal menunggu waktu saja," kata Ardi, pedagang buku di Pusat Grosir Senen Jaya. Adhi Indra Prasetya/detikcomDia memprediksi pedagang buku di Senen Jaya bakal hilang bila tak ada perhatian dari Pemerintah Provinsi DKI. Dia berharap ada satu kawasan yang bisa mengakomodasi pedagang-pedagang buku, sehingga lokasi tersebut bisa menjadi tempat khusus wisata buku."Wisata kuliner ada, mau belanja ada, kenapa nggak dibuat wisata pendidikan? Kumpulkan saja di satu tempat di Jakarta Pusat. Jualan buku ini harus terpusat. Karena pedagang satu sama lain saling melengkapi. Kalau buku berdagang sendiri itu sulit. Dari dulu kami dijanjikan tempat tapi sampai sekarang nggak ada realisasinya," ujarnya penuh kemudian mengenang masa-masa saat berjualan di Kwitang dulu, saat itu banyak orang yang mampir ke lapaknya. Lapak-lapak di Kwitang memang mudah sekali di akses, bahkan dulu sampai ke trotoar-trotoar. Kontras dengan kondisi itu, lapak di Senen Jaya sulit diakses. Ini menyebabkan satu jenis konsumen hilang, yakni konsumen iseng. Hanya tersisa 'konsumen niat', jenis yang memang dari awal sudah bermaksud mendapatkan judul buku melangkah keluar menuju Terminal Senen. Di depan bus-bus kota dan angkutan umum, berjejer sejumlah kios buku berwujud bangunan semi permanen yang dicat berwarna biru tua di sepanjang terminal. Lagi-lagi saat saya berkunjung ke sini, para pedagang buku sedikit enggan diwawancara. Beberapa dari mereka baru bersedia diwawancara jika dagangannya dibeli. Beruntung saat berjalan agak jauh, saya bertemu dengan Jefri 20. Dia membantu ayahnya yang sudah berjualan buku di Terminal Senen selama hampir 17 tahun. Ia sendiri mengaku baru setelah lulus SMA ikut membantu orang Lapak buku di Terminal Senen Adhi Indra Prasetya/detikcomDi Terminal Senen, kondisinya juga tak jauh beda. Kini pembeli jarang hadir secara langsung. Jefri pun merasakannya. "Kalau jaman dulu sih, sehari-harinya ramai sih. Kalau sekarang sih sudah mulai agak sepi. Salah satunya karena pejabat membuat kebijakan pembagian buku pelajaran gratis, makanya semakin berkurang minat orang ke sini. Orang mulai berpindah ke online semua," ujarnya. Beradaptasi dengan kemajuan teknologi, dia dan keluarganya juga mengandalkan jualan buku secara daring. "Toko online saya sendiri juga diperkuat, karena bagaimanapun jadi andalan kita juga, dibanding dengan di sini," saja, berjualan buku bukan pekerjaan yang mudah menghasilkan untung. Saat ini, Jefri mengaku penjualan buku paling banyak hanya menyentuh Rp 500 ribu per pekan. Dahulu kala, ayahnya bisa mendapatkan lebih dari tiga kali lipatnya dalam kurun waktu yang sama, khususnya di tahun ajaran baru. Oleh sebab itu, dia berharap agar pemerintah bisa memperhatikan kondisi ini, salah satunya dengan menumbuhkan minat baca di Indonesia. "Karena semakin tinggi minat baca semakin banyak orang yang akan membeli buku," Lapak buku di Terminal Senen Adhi Indra Prasetya/detikcomMenjelang matahari terbenam, saya meninggalkan Terminal Senen. Suasana mendung gelap menemani perjalanan saya pulang. Dari jauh, sejumlah kios buku di sana sudah ada yang mulai membereskan dagangannya, entah karena ingin melindungi buku-buku dari hujan, atau memang sudah waktunya bagi mereka untuk pulang, setelah lelah seharian menanti juga tulisan-tulisan lain di detikcom tentang toko buku dan minat baca. dnu/dnu
1 Menikah Untuk Bahagia. Sumber : google play book. Buku tentang pernikahan yang pertama berjudul Menikah untuk Bahagia. Setiap orang yang sudah memutuskan untuk menikah tentu saja mengharapkan kebahagian. Kenyataannya, membina rumah tangga tidaklah semulus yang dikira oleh banyak orang.